16 April 2016

Air Mata Penyesalan Part 1

Namaku Tio, aku kuliah disalah satu Universitas di Batam. Dan aku punya pacar namanya Ria. Selama ini aku sempatin waktu ketemu Ria meskipun hanya sebentar saja. Kami sebenarnya satu kampus. Tapi karena aku masuk shift pagi sedangkan dia shift malem jadi sedikit waktunya untuk ketemu, apalagi kami kuliah sambil kerja. Tapi kami saling mengerti satu sama lain. Karena aku kadang kuliah pagi, jadi aku punya banyak temen-teman cewek. Kadang juga aku sering keluar dengan mereka tanpa sepengetahuan Ria. Sampai akhirnya aku ketahuan sama dia kalau kemarin aku nemenin temen cewek-cewek itu jalan. Dia marah beras dan gak nghubungin. aku nyesel banget, karena aku cinta banget ke Ria. Dan untuk kesekian kalinya dia maafin aku.
Tapi gak tahu kenapa, aku lama kelamaan jadi suka bohong sama dia. Aku keluar sama temen-temen cewek tanpa sepengetahuan dia. Dan hubungan kami makin jauh dia berusaha cari diriku, nanya kabarku, tapi aku selalu cuek karena kemakan omongan-omongan temenku.

Sampai suatu hari aku sakit, dan aku masuk ke rumah sakit hampir selama 2 minggu. Kata dokter aku butuh pendonor ginjal buat ku. Aku memang sudah lama sakit dan sebelumnya Ria yang selalu nemenin diriku. Tapi kali ini justru Mia temanku yang nemenin aku di rumah sakit. Dia ngasih perhatian penuh pada diriku. Dan aku gak ngerti kemana Ria, kenapa dia gak ada disini ketika aku sakit. Apa dia masih marah karena aku cuek dan masa bodoh sama dia.

Di minggu pertama aku sempat nanya ke Mia "Mia, Ria ada datang ke sini gak?" Tapi Mia jawab "Gak ada, mungkin dia sudah lupa sama kamu. Kan sudah ada aku disini, jadi apa yang kamu butuhin tinggal bilang saja ke aku." Sebenarnya dalam hatiku, aku kangen dia, aku kangen perhatiaannya, aku kangen senyumnya, aku kangen candanya. Sementara kondisi ku semakin melemah, belum ada pendonor ginjal buat ku. Tapi kenapa Ria gak peduli sama sekali.

Jam 14:00 sore dokter masuk ruanganku, "Sore mas Tio, ada kabar gembira. Kami sudah mendapatkan ginjal yang cocok untuk mas Tio." Samar-samar aku dengar suara itu karena kondisi ku yang lemah. "Besok pagi kita akan operasi setelah administrasinya di selesaikan" Kata dokter. Mia tersenyum dan menjawab "Makasih dok, saya akan segera menyelesaikan semua supaya Tio bisa cepat sembuh."

Keesokan harinya. Jam 08:45 aku sudah siap masuk ke ruangan operasi, aku berharap Ria datang dan peluk aku. Tapi sepertinya sia-sia. Ria gak pernah datang sampai operasi selesai. Operasi ku berjalan dengan lancar, tapi gak tahu kenapa Ria selalu ada di pikiranku, padahal dia gak peduli sama keadaanku.

Di minggu kedua terakhir aku di rumah sakit. "Liat Tio, siapa yang di sebelah sana" Sambil menunjukan ke aras seorang cewek, dan ternyata itu adalah Ria, Ria bersama dengan seorang cowok namanya Dika. Aku kenal Dika, tapi tak sekenal Ria ke Dika. Dika pegang lengan Ria dan membukakan pintu mobil buat Ria. "Kamu liat kan gimana mesranya mereka? Apa kau masih mau mikirin cewek itu." Tanya Mia.

Aku berfikir sejenak. Mia benar, Ria sudah ngelupaian aku.
Selama aku sakit Mia terus nemenin aku, dia benar-benar perhatian terhadapku. Sampai akhirnya hubungan kami menjadi cinta. Dan orangtua kami meminta agar kami cepat melanjutkan kepelaminan. Keputusan itu membuat aku berfikir sejenak, apa aku benar-benar cinta sama Mia?

2 bulan berlalu aku gak pernah ketemu lagi sama Ria, dan aku sama Mia sudah menyetujui pertunangan kami. Mia menyiapkan undangan-undangan untuk acara pertunangan kami. "Sayang kamu jangan lupa undang Ria, sama temen-temen kampus" Kata Mia. Aku kaget denger itu, apalagi dia minta buat kita berdua yang harus nganter undangan itu.

Keesokan harinya aku dan Mia kerumah Ria. "Siang den Tio, ada apa? Aden sudah lama gak pernah kemari den? Ada apa?" Bik imah menyapa ku. "Lagi persiapan pertunangan bik, oh iya Ria mana?" Sahut Mia. "Anu, anu non Ria lagi istrahat, gak bisa di ganggu" Bik imah jawab dengan nada ketakutan. "Sayang banget padahal kami kesini mau anter undangan pernikahan kami!" Jawab Mia dengan nada tinggi berharap Ria mendengarnya. "Ya sudah kami pergi dulu salam buat Ria". "Iya den.." Bik imah seperti kecewa padaku. Aku gak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tinggal dua hari lagi pertunangan kami, semua sudah disiapin, dari cincing, dekorasi, catering, baju, gedung. Semua tingga menunggu hari itu datang. Tapi tiba-tiba aku kangen Ria, biasanya aku telpon dia setiap menit, dia selalu bilang I Love You setiap satu jam sekali, dia selalu ingetin aku makan, dia selalu ingatkan aku untuk ibadah, tapi sekarang semua berubah 160 derajat. Mia selalu marah kalau aku sering telpon, tiap aku bilang I Love You di tempat umum dia selalu malu, apalagi buat ibadah.

Tinggal satu hari lagi menjelang pertunangan ku. Aku ketemu teman-teman kampus dan nanyain kabar Ria, tapi mereka bilang Ria gak pernah masuk kuliah semejak hubunganya mulai renggang dengan ku, ada juga yang bilang Ria sakit. Aku khuatir, dia broken home, orangtuanya sibuk sendiri dan 4 bulan sekali baru pulang,  kadang sampai 7 bulan kadang juga lebih. Akhirnya aku mutusin buat main ke rumahnya, tapi lagi-lagi bibi melarangku untuk ketemu Ria. "Maaf den, non Ria gak mau di ganggu" Aku penasaran sebenarnya ada apa yang di sembunyiin bik imah dariku.

"Bik, saya mau ketemu Ria untuk yang terakhir saja kalau memang dia gak mau ketemu saya, saya cuman mau minta penjelasan dia, kenapa dia menghilang begitu saja." Aku maksa masuk kamar Ria yang ternyata di kunci. Aku panggil nama Ria berulang kali tapi gak ada jawaban. Akhirnya aku dobrak pintu kamarnya. Air mataku menetes begitu saja melihat Ria terbaring di tempat tidurnya, aku melihat jarum infus di lengannya, selang-selang di lubang hidung dan mulutnya. Aku mendekat ke tempat tidurnya, aku pegang tangannya yang dingin, aku sudah tidak bisa berkata apapun.

Tiba-tiba terdengar suara "Mau apa lo kesini, belum puas lo sakitin dia? Belum puas atas pengorbanan dia buat lo?" Teriak Dika. "Apa maksud lo? Dia yang tiba-tiba menghilang, dia yang gak pernah berusaha buat temuin gue" Emosiku keluar denger kata-kata Dika. "Asal lo tau, selama lo gak sadar di rumah sakit, selama lo sakit, dia minta gue buat anter keadaan lo dari jauh, karena cewek lo gak izinin buat dia ketemu sama lo. Bahkan dia juga yang donorin ginjalnya buat lo! Sekarang lo masih bisa bilang begitu?" Jantungku terasa berhenti ketika denger kata-kata itu, "Waktu loh ninggalin dia, dia juga dalam keadaan sakit leukimia, tapi dokter bilang ke dia kalau ginjalnya masih bisa di donorin. Dia rela lakuin itu buat lo! Dia cinta sama lo makanya dia gak takut mati demi liat lo tersenyum. Karena selama ini cuman lo yang dekat sama dia, orangtuanya juga gak tahu kalau anaknya sedang koma disini! Itu atas kemauan Ria, Ria gak mau kalau orang-orang yang dia cintai tahu kalau dia lemah! Puas lo? Sekarang lo ambil handsed di telinga Ria lo dengerin" Perlahan aku ngambil handsed itu dan aku denger, ternyata itu suara aku saat telepon dia tiap malam sebelum dia tidur, dia rekam semua pembicaraan kami. Air mataku gak bisa tertahan lagi. Orang yang dulu selalu ada buatku, orang yang dulu selalu buat aku tersenyum, orang yang dari dulu selalu ngasih motivasi buatku, sekarang tertidur berbulan-bulan tanpa mendapat perhatian dari orang-orang tercintanya.

"Oh, jadi cewek pengacau sedang sekarat? Sudahlah sayang, ngapain kamu mikirin cewek kaya mayat hidup? Cabut 1 selang juga pasti langsung mati!" Ucap Mia. Tiba-tiba aku liat air mata menetes dari sudut mata Ria "Cukup Mia, asal lo tahu! Gue gak cinta sama lo, lo cuman mau harta gue, lo gak tulus cinta sama gue! Sekarang gue minta lo keluar dan jangan pernah ganggu hidup gue lagi, kita gak akan pernah tunangan, apalagi menikah!" Mia keluar dengan marah-marah.

Sejak saat itu aku mutusin buat selalu jaga Ria, aku bakal nunggu sampai Ria sadar dan aku janji gak ada yang bisa gantiin dia dihatiku. Aku berharap dia sadar dan kami bisa melanjutkan hubungan kami.

Bersembung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar